Lompat ke konten

Hadits keutamaan membaca surat Al-Kahfi pada hari atau malam Jum’at

Kini banyak jamaah pengajian mulai memahami bahwa hadits-hadits tentang keutamaan membaca surat Yasin pada hari atau malam Jum’at adalah hadits-hadits yang derajatnya lemah sekali (munkar) atau palsu (maudhu’) sehingga tidak boleh dijadikan dasar beramal. Sebagian ustadz menyatakan pada hari atau malam Jum’at disunahkan membaca surat Al-Kahfi, berdasar beberapa hadits tentang hal itu. Belakangan sebagian pihak juga menyatakan derajat hadits-hadits tentang keutamaan membaca surat Al-Kahfi pada hari atau malam Jum’at adalah lemah sekali, sehingga tidak bisa dijadikan landasan beramal.

Untuk menguraikan permasalahan ini, kami ketengahkan hasil kajian syaikh DR. Sa’id bin Shalih ar-Raqib al-Ghamidi, dosen hadits dan ilmu-ilmu hadits serta dosen Dirasat Islamiyah fakultas Tarbiyah, Universitas Bahah, Zhahran (Arab Saudi) dalam bukunya Al-Ahadits Al-Waridah fi Fadhli Qira-at Surat al-Kahfi aw Ba’dhi Ayatiha Jam’an wa Takhrijan.

Tulisan beliau umum berkaitan dengan keutamaan surat Al-Kahfi atau sebagian ayatnya dan sangat panjang lebar, maka kami insya Allah akan mengutip hadits-hadits yang langsung berkaitan dengan masalah pembacaan surat Al-Kahfi pada hari atau malam Jum’at. Dalam masalah ini, beliau menyebutkan empat buah hadits. Kutipan kajian terhadap derajat keempat hadits tersebut akan kami mulai dari hadits yang takhrij-nya pendek dan tidak terjadi banyak perbedaan sanad, baru diakhiri dengan hadits yang takhrij-nya sangat panjang dan terjadi banyak perbedaan sanad. Selamat mengikuti dan semoga bermanfaat.

Hadits Pertama

Dari Zaid bin Khalid al-Juhani RA dan Ali bin Abi Thalib berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at maka ia akan terlindungi sampai delapan hari sesudahnya dari segala fitnah yang akan terjadi. Jika Dajjal muncul sekalipun, ia akan terjaga darinya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh imam Ibnu Marduwaih dalam kitab tafsirnya (sebagaimana disebutkan dalam Mizan al-I’tidal) dan adh-Dhiya’ al-Maqdisi dalam kitabnya, al-Mukhtarah juz 2 hlm. 50 hadits no. 430, dari Abu Muhammad Sa’id bin Muhammad bin Said al-Jarmi al-Kufi dari Abdullah bin Mush’ab bin Manzhur bin Zaid bin Khalid Abu Dzuaib al-Juhani,  dari bapaknya, dari kakeknya dari Nabi SAW; juga dari jalur Abu Muhammad Sa’id bin Muhammad bin Said al-Jarmi al-Kufi dari Ali bin Husain bin Ali dari bapaknya, dari kakeknya dari Nabi SAW.

Hadits ini sangat lemah karena di dalam sanadnya terdapat perawi bernama:

  • Abdullah bin Mush’ab bin Manzhur al-Juhani. Ia perawi yang lemah dan majhul. Imam adz-Dzahabi menyebutkannya dalam al-Mughni dalam kelompok perawi yang lemah. (Al-Mughni fi adh-Dhu’afa’ hlm. 358, biografi no. 3373)
  • Mush’ab bin Manzhur al-Juhani. Ia perawi yang majhul. Imam Ibnu Asakir berkata: “Abdullah bin Mush’ab dan bapaknya adalah dua perawi yang majhul.” Imam Yahya bin Sa’id al-Qathan berkata: ”Keduanya adalah perawi yang tidak dikenal.” (Mizan al-I’tidal, 8/192 biografi no. 6690 dan Al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah, 2/377)

Sebagai catatan tambahan, syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani juga menyatakan hadits ini lemah sekali dalam Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah.

Hadits Kedua

Dari Abdullah bin Umar RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at niscaya akan terbit satu cahaya baginya dari bawah telapak kakinya sampai ke atap langit yang akan menyinari dirinya pada hari kiamat dan dosa-dosa kecilnya di antara kedua Jum’at tersebut akan diampuni.”

Hadits ini diriwayatkan oleh imam Ibnu Marduwaih dalam kitab tafsirnya sebagaimana disebutkan oleh imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya, juz 3 hlm. 71. Ibnu Katsir berkata: “Hadits ini gharib…ke-marfu’an (bersambungnya hadits ini sampai kepada Nabi SAW, edt) perlu ditinjau ulang. Paling baik, ia mawquf (berupa perkataan sahabat, edt).” Hadits ini juga diriwayatkan oleh imam Ibnu Mandah seperti disebutkan (oleh imam adz-Dzahabi, pent) dalam Mizan al-I’tidal, 6/131. Kedua periwayatan ini berasal dari jalur Muhammad bin Khalid al-Khatli dari Khalid bin Said bin Abi Maryam dari Nafi’ dari Ibnu Umar.

Hadits ini sangat lemah, karena di dalam sanadnya terdapat perawi:

  • Muhammad bin Khalid al-Khatli. Imam Ibnu Mandah berkata tentang dirinya, “Ia seorang yang meriwayatkan hadits-hadits munkar.” Imam Ibnu al-Jauzi berkata tentang dirinya, “Para ulama hadits menyatakan ia adalah kadzab (pemalsu hadits).” Imam adz-Dzahabi menuduh dirinya adalah pemalsu hadits, dan imam Sibth bin al-Ajami dalam kitab al-Kasyf al-Hatsits menyebutkannya dalam golongan yang tertuduh memalsukan hadits. (Mizan al-I’tidal, 6/131 dan al-Kasyf al-Hatsits ‘amman Ruwiya bi-Wadh’i al-Hadits hlm. 227 biografi no. 655)
  • Khalid bin Said bin Abi Maryam, dan ia bukanlah Khalid at-Taimi al-Madani. Imam Yahya bin Sa’id al-Qathan berkata tentang dirinya, “Ia perawi yang majhul.” Imam adz-Dzahabi berkata, “Ia perawi yang tidak dikenal.”  (Mizan al-I’tidal, 8/88 dan Tahdzib at-Tahdzib, 11/76)

Sebagai catatan tambahan, syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani juga melemahkan hadits ini dalam Dha’if at-targhib wa at-Tarhib. Bahkan beliau menyatakan hadits ini munkar dalam kitabnya, Tamam al-Minnah fi at-Ta’liq ‘ala Fiqh as-Sunnah.

Hadits Ketiga

Dari Ismail bin Rafi’ berkata: “Telah sampai kepada kami berita bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Maukah kalian apabila aku beritahukan kepada kalian sebuah surat yang keagungannya memenuhi apa yang ada di antara langit dan bumi dan turunnya diantarkan oleh 70.000 malaikat? Itulah surat al-Kahfi. Barangsiapa membacanya pada hari Jum’at niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kecilnya sampai Jum’at berikutnya ditambah tiga hari sesudahnya; ia akan diberi cahaya yang mencapai atap langit dan dijaga dari fitnah Dajjal. Adapun barangsiapa membaca lima ayat terakhir dari surat al-Kahfi ketika ia berbaring di atas ranjangnya untuk tidur, niscaya Allah akan melindunginya dan membangunkannya pada bagian waktu malam apapun yang ia inginkan.”

Hadits ini diriwayatkan oleh imam Ibnu Dhurais dalam kitabnya, Fadhail al-Qur’an, hlm. 214 no. 197 dari jalur Yaizd ath-Thayalisi dari Ismail bin Ayyasy, dari Ismail bin Rafi’.

Hadits ini sangat lemah, karena:

  • Hadits ini mu’dhal (sanadnya kehilangan dua orang perawi atau lebih secara berturut-turut, edt), sebab mayoritas riwayat Ismail bin Rafi’ antara dirinya dengan Nabi SAW terdapat perantara dua perawi atau lebih.
  • Dalam sanadnya terdapat Ismail bin Rafi’ bin Uwaimir al-Anshari Abu Rafi’ al-Qash al-Madani, menetap di Bashrah. Imam Ibnu Sa’ad menyebutkannya dalam thabaqat (generasi) kelima, dan ia berkata: “Meninggal di Madinah sejak waktu yang lama.” Imam Abu Hatim berkata: “Ia terhitung sebagai penduduk Hijaz.” Imam Abdullah bin Mubarak berkata: “Ia tidak mengapa, namun ia mengambil dari sini dan mengambil dari sana lalu mengatakan ‘telah sampai berita kepadaku’.” Hadits ini termasuk berita yang ia ambil dari sini dan sana tersebut. Imam Ahmad dan Abu Hatim berkata: “Ia munkarul hadits (haditsya sangat lemah).” Imam an-Nasai dan ad-Daraquthni berkata: “Ia matruk (haditsnya ditinggalkan oleh ulama, tertuduh memalsu hadits).” (Al-Jarh wa at-Ta’dil, 2/168 biografi no. 566 dan Tahdzib al-Kamal, 3/85 biografi no. 442)
  • Dalam sanadnya juga terdapat Ismail bin Ayyasy Abu Utbah al-Himshi. Imam Yahya bin Ma’in berkata: “Jika ia menceritakan hadits dari penduduk Syam, maka haditsnya lurus. Namun jika ia menceritakan hadits dari penduduk Hijaz dan Irak, ia mencampur adukkan sesuka hatinya.” Imam Abu Zur’ah berkata: “Ia shaduq (jujur), namun ia keliru dalam hadits-hadits yang ia riwayatkan dari penduduk Hijaz dan Irak.” Dan hadits di atas adalah hadits yang ia ceritakan dari penduduk Hijaz. (Al-Jarh wa at-Ta’dil, 2/191 biografi no. 494 dan Tahdzib al-Kamal, 3/169 biografi no. 472)

Kesimpulan:

Ketiga hadits di atas, satu sama lain tidak bisa saling menguatkan, karena semuanya adalah hadits yang derajatnya sangat lemah, dan matan (teks hadits)nya berbeda-beda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *