Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda dalam hadits Abdullah bin Mas’ud -radhiallahu ‘anhu-, “Tidak akan beranjak kaki anak Adam pada Hari Kiamat dari sisi Rabbnya sampai dia ditanya tentang 5 (perkara) : Tentang umurnya dimana dia habiskan, tentang masa mudanya dimana dia usangkan, tentang hartanya dari mana dia mendapatkannya dan kemana dia keluarkan dan tentang apa yang telah dia amalkan dari ilmunya”. (HR. At-Tirmizi)
Hadits di atas jelas menunjukkan bahwa masa muda merupakah salah satu nikmat terbesar yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Dan itu sekaligus menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan usia muda dan para pemuda.
Peran Pemuda Dalam Islam
Tidak diragukan lagi bahwa para pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam tatanan kehidupan manusia secara umum dan masyarakat kaum muslimin secara khusus, karena jika mereka adalah para pemuda yang baik dan terdidik dengan adab-adab Islam maka merekalah yang akan menyebarkan dan mendakwahkan kebaikan Islam serta menjadi nahkoda ummat ini yang akan mengantarkan mereka kepada kebaikan dunia dan akhirat. Hal ini dikarenakan Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah memberikan kepada mereka kekuatan badan dan kecemerlangan pemikiran untuk dapat melaksanakan semua hal tersebut. Berbeda halnya dengan orang yang sudah tua umurnya walaupun para orang tua ini melampaui mereka dari sisi kedewasaan dan pengalaman, hanya saja faktor kelemahan jasad -kebanyakannya- membuat mereka tidak mampu untuk mengerjakan apa yang bisa dikerjakan oleh para pemuda.
Oleh karena itulah para sahabat yang masih muda -radhiallahu ‘anhum- memiliki andil dan peran yang sangat besar dalam menyebarkan agama ini baik dari sisi pengajaran maupun dari sisi berjihad di jalan Allah -Subhanahu wa Ta’ala-. Di antara mereka ada Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr ibnul Ash, Muadz bin Jabal, dan Zaid bin Tsabit yang mereka ini telah mengambil dari Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- berbagai macam ilmu yang bermanfaat, menghafalkannya, dan menyampaikannya kepada ummat sebagai warisan dari Nabi mereka. Di sisi lain ada Khalid ibnul Walid, Al-Mutsanna bin Haritsah, Asy-Syaibany dan selain mereka yang gigih dalam menyebarkan Islam lewat medan pertempuran jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seluruhnya mereka adalah satu ummat yang tegak melaksanakan beban kewajiban mereka kepada agama, ummat, dan masyarakat mereka, yang mana pengaruh atau hasil usaha mereka masih kekal sampai hari ini dan akan terus menerus ada -dengan izin Allah- sepanjang Islam ini masih ada.
Para pemuda di zaman ini adalah para pewaris mereka (para pemuda dari kalangan shahabat) jika mereka mampu untuk memperbaiki diri-diri mereka, mengetahui hak dan kewajiban mereka, serta melaksanakan semua amanah yang diberikan kepada mereka yang berkaitan dengan ummat ini. Dan bagi mereka khabar gembira dari Nabi mereka -Shollallahu alaihi wasallam- tatkala beliau bersabda dalam hadits yang shahih, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya,” lalu beliau menyebutkan di antaranya, “Seorang pemuda yang tumbuh dalam penyembahan kepada Rabbnya.”
Perhatian Islam Kepada Pemuda
Agama kita Islam yang mulia ini mempunyai perhatian yang sangat besar mengenai pertumbuhan dan perkembangan para pemuda, karena merekalah yang akan menjadi tokoh di masa yang akan datang, yang akan menggantikan dan mewarisi tugas-tugas mulia dari ayah-ayah mereka kepada ummat ini.
Berikut beberapa tuntunan Islam yang berkaitan dengan apa yang kita sebutkan:
1. Islam menuntunkan setiap lelaki untuk memilih istri yang sholihah yang akan lahir darinya anak-anak yang sholeh yang selanjutnya tumbuh menjadi para pemuda yang beraqidah dan berakhlak Islamy.
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bersabda mengingatkan setiap lelaki yang mau mencari istri, “Pilihlah yang baik agamanya, kalau tidak maka celaka kamu.” Hal ini dikarenakan jika Allah -Subhanahu wa Ta’ala- memberikan rezki berupa anak-anak dari istri yang sholihah maka dia -sebagai ibu- akan tegak melaksanakan perannya dalam rumah tangganya dalam hal mendidik dan mengarahkan anak-anaknya kepada tuntunan Islam. Ini adalah tuntunan Islam kepada para pemuda sebelum lahirnya.
2. Memberikan nama yang baik kepada anak, karena nama yang baik itu juga memiliki makna dan pengaruh yang baik pada akhlak sang anak, karena dia merupakan lambang dari doa atau harapan orang tua kepada Allah tentang anaknya. Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- memotifasi setiap orang tua untuk memilih nama yang baik buat anak mereka serta menjauhi nama yang jelek atau nama yang menunjukkan atau mengandung makna yang kurang pantas.
3. Melaksanakan nasikah/aqiqah untuk anak, karena hukumnya adalah sunnah mu`akkadah dan memiliki pengaruh yang baik kepada anak. Ketiga perkara di atas adalah tuntunan Islam kepada para pemuda di awal pertumbuhannya.
4. Menaruh perhatian yang besar dalam mendidik anak ketika dia sudah memasuki usia mumayyiz dan sudah mempunyai daya tangkap (paham). Dan telah ada suri tauladan yang baik pada diri Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dalam hal ini, bagaimana beliau mengajarkan kepada anak-anak dan para pemuda dari kalangan sahabat semua perkara keagamaan dari yang palng besar sampai pada perkara yang paling kecil.
Beliau bersabda kepada Ibnu Abbas -radhiallahu ‘anhuma- ketika mengajarkan beberapa perkara aqidah kepadanya, “Hai anak kecil, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa perkataan: Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya kamu akan mendapati Dia berada di depanmu, jika kamu meminta maka minta hanya kepada Allah dan jika kamu meminta pertolongan maka minta pertolongan hanya kepada Allah”. (HR. At-Tirmizi)
Dan beliau bersabda dalam masalah sholat, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan sholat ketika mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka karena (mereka meninggalkan) nya ketika mereka telah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidur”.
Dan beliau juga pernah menegur Umar bin Abi Salamah ketika dia sedang makan, “Hai anak kecil, bacalah bismillah (sebelum makan), makanlah dengan (tangan) kananmu dan (mulailah) makan dari (makanan) yang terdekat denganmu”. (HR. Muslim)
Dan selainnya dari hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Islam menaruh perhatian yang besar terhadap para pemuda, dan Islam mengawasi serta mengarahkan mereka dalam setiap fase umur mereka yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan daya tangkap masing-masing pemuda.
Apalagi Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- telah mengkhabarkan dalam hadits Abu Hurairah, “Setiap (anak) yang dilahirkan (pasti) dilahirkan di atas fitrah, kedua orang tuanyalah yang membuat dia jadi Yahudi atau Nashrani atau Majusi”. Hadits ini menunjukkan bahwa fitrah setiap anak yang dilahirkan adalah kebaikan, kebenaran, dan di atas nilai-nilai Islam, dan fitrah ini jika dijaga oleh kedua orang tuanya dan mereka mengarahkannya kepada kebaikan maka sang anak pasti akan mengarah kepada jalan-jalan kebaikan.
Adapun jika kedua orang tua menyimpang dari nilai-nilai Islam dalam mendidik anak-anak mereka maka fitrah ini akan rusak dan ikut menyimpang dari nilai-nilai Islam sesuai dengan pendidikan orang tuanya. Maka jika orang tua adalah Yahudi atau Nashrani atau Majusi maka sang anak akan tumbuh di atas agama yang buruk ini yang secara otomatis telah merusak fitrahnya. Adapun jika orang tuanya adalah muslim yang sholeh, pasti dia akan menjaga fitrah yang mulia ini, yang Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah tempatkan ke dalam hati setiap anak, lalu menumbuhkannya, mensucikannya, dan menjaganya.
5. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan setiap anak ketika kedua orang tuanya atau salah satunya sudah berusia lanjut agar dia berbuat baik kepada keduanya atau kepada yang masih hidup di antara keduanya, dan agar sang anak mengingat pendidikan kedua orang tuanya kepadanya ketika dia masih kecil. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menyatakan, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kalian jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kalian berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya telah sampai pada usia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”, janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS. Al-Isra` : 23-24)
Sisi pendalilan dari kedua ayat di atas adalah dalam firmanNya, “Sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. Maka perawatan orang tua kepada anaknya adalah suatu nikmat dan kebaikan untuk sang anak yang wajib dia balas kepada kedua orang tuanya. Bukan yang diinginkan dengan perawatan dalam ayat ini hanya terbatas pada perawatan yang sifatnya jasmaniyah saja, dalam artian mencukupi mereka dalam hal makanan, minuman, tempat tinggal, dan selainnya. Karena jika perawatan sebatas pada perkara-perkara tersebut maka tidak ada bedanya dengan perawatan binatang kepada anaknya.
Akan tetapi yang lebih penting dari hal itu adalah perawatan maknawiyah berupa menjaga fitrah sang anak agar tetap suci, mengarahkannya kepada kebaikan, menanamkan nilai-nilai Islam pada dirinya, serta membiasakan mereka untuk tumbuh dan berkembang dalam aturan-aturan Islam, inilah perawatan yang akan mendatangkan manfaat yang pengaruhnya akan terus bersama sang anak.
Adapun sekedar merawat mereka dengan perawatan jasmaniyah, maka hal ini justru lebih mendekati kepada perbuatan merusak mereka daripada memperbaiki mereka. Karena seorang anak, jika dipenuhi semua kebutuhannya dari sisi makanan, minuman, dan keinginan tetapi tidak diberikan perawatan maknawi berupa pendidikan keagamaan yang benar maka ini adalah sebesar-besar faktor yang menyebabkan mereka tumbuh di atas sifat-sifat kebinatangan.
Maka jika kedua orang tua merawat anak mereka dengan kedua jenis perawatan ini maka inilah yang merupakan kebaikan besar yang akan terus-menerus dikenang oleh sang anak ketika dia merasakan kebaikan dari kedua orang tuanya sehingga dia bisa berkata sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”
Wallahu a’lam bishshawab.